Ilustrasi Foto : Google
OPINI SAYA : MUHAMMAD NUR - MAMUJU
Beberapa Hari yang lalu Saya sempat beradu argument dengan rekan-rekan Saya di Sekertariat DPD yang mengatakan bahwa ": Rangkap jabatan dilarang untuk seorang Ketua Umum Partai Demokrat, sejak dulu hingga sekarang ! " katanya. Dengan memberikan argumen bahwa Anas Urbaningrum setelah terpilih jadi Ketum pada Kongres 2010 melepas jabatannya sebagai Ketua Fraksi Demokrat Di DPR RI, sembari mencontokan bahwa pengurus sebelumnya Pa Hadi Utomo juga tidak melakukan rangkap jabatan.
Sebagai salah seorang yang baru bergabung di Partai Demokrat walau tidak berkeinginan untuk menjadi anggota legeslatif Saya berusaha menyelami apa yang terkandung dalam konstitusi Partai AD/ART dengan membacanya berulang kali, tak ada satupun BAB atau pasal yang menunjukkan bahwa Ketum dilarang untuk merangkap jabatan lainnya.
Dengan dasar tersebut Saya berkeyakinan dan bertahan dengan pendapat Saya walau dikeroyok oleh teman-teman baik yang sudah lama berkecimpung didalam Partai maupun yang baru tapi mengaku pintar dengan berdalih walau tak terdapat dalam AD/ART tapi diatur dalam PO ( Petunjuk Operasional ) kata mereka, walau Saya berusaha agar mereka menunjukkan kepada Saya PO dimaksud tak dipenuhi, Saya tetap pada pendirian bahwa hal itu tak mungkin dilakukan oleh Demokrat sebagai Partai yang mengedepankan Demokrasi dan Politik Bersih, Cerdas dan Santun.
Mas Ibas Ketua Panitia Penyelenggara KLB Bali ( Foto : TEMPO.CO )
Nampaknya kurang Cerdas bila Partai tidak memperbolehkan Kadernya yang punya potensi sangat besar untuk mendapatkan dukungan yang juga besar dari voter untuk memangku suatu jabatan Ketum, dimana Sang Calon bisa memberikan kontribusi yang juga besar kepada Partai dalam suatu jabatan tertentu, padahal kita tahu bahwa Partai adalah kendaraan Politik yang akan digunakan seseorang Politisi untuk mencapai tujuan Politik baik untuk kepentingan pribadi dan kepentingan Partai Politik itu sendiri.
Peluang untuk mendapatkan Ketua Umum yang terbaik sangat sulit dalam kondisi darurat di KLB apabila Pa SBY dan keluarganya tidak bersedia dicalonkan dan Partai mempersyaratkan bahwa Seorang Calon Ketua Umum tidak boleh memangku jabatan Politik atau jabatan lainnya dan harus mengundurkan diri bila terpilih jadi Ketua Umum, karena hanya sedikit dari banyak Orang yang masuk Partai Politik tidak berharap untuk bisa duduk menyalurkan aspirasi mewakili Rakyat di Legeslatif atau Eksekutif.
Sehubungan dengan hal tersebut nampaknya beralasan bila Ketua ORGANIZING COMITTE Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat, Max Sopacua, membantah pencabutan larangan rangkap jabatan bagi calon ketua umum Demokrat untuk memuluskan salah satu calon. "Sebenarnya kan memang belum pernah jadi aturan. Diwacanakan saja untuk para calon itu lebih konsentrasi kepada partai," kata Max di Jakarta, Rabu 20 Maret 2013.
Kepada VivaNews.com Max Sopacua menjelaskan bahwa " ketentuan itu bukan untuk memuluskan ataupun menjegal salah satu calon. "Ini KLB, bukan kongres biasa yang memungkinkan pasar bebas. Ini situasi luar biasa di Demokrat, apakah ketua baru terpilih nantinya bisa menjamin kenaikan elektabilitas tinggi. Untuk itu nggak bisa buka pasar bebas," kata Max.
Namun Max tak bisa memastikan sebagaimana Saya kutip dari Viva " Apakah mekanisme pemilihan melalui aklamasi. Menurutnya, aklamasi merupakan bagian integral dari demokrasi. "Meskipun tidak dipatok untuk aklamasi," katanya.
Sebagaimana yang dikatakan Oleh Max bahwa Marzuki Alie berpeluang untuk menjadi Ketum yang baru pasca Anas Urbaningrum Sayapun memprediksi demikian, apa alasannya untuk jelasnya baca tulisan Saya http://polhukam.kompasiana.com/politik/2013/03/10/2/540737/ketika-keluarga-cikeas-tidak-bersedia-marzuki-alie-calon-kuat-ketum-demokrat-.html.
Itupun hanya Instink dan prediksi Saya tidak menuntup kemungkinan bisa berbeda atau sama dengan apa yang terjadi dalam ExtraOrdinary Congres kita lihat hasilnya****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar